Sugeng Rawuh

Home Refinance Loanpamartajawa ayo-ayo samya udhu "wiji" klungsu, dhudhah-dhudhah budaya jawa, jajag-jajag kedhunge basa, pawitan suku jaja ateken janggut, pawadan sregep tinon lan takon, cukla-cukli mbremana sandhi, pancadan sumarah manembah mring kersane Hyang Widhi Wasesa. dimen lestari jiwa jawi wani anjawani anjarwani...

Readmore

Sugeng Rawuh Sanggar Sastra Jawa, Ketoprak, Wayang, Pranatacara, paes lan tari, Yudhistira 5, Banguntapan, Bantul, Ngayogyakarta....

Readmore

Urip Sejati, Sejati Urip Urip iku rasa, rasa iku urip, urip tanpa rasa iku reca. wira wiri ora rumangsa wirang karana wus ilang rasane den samudana ora krasa, direrepa ora rumangsa, disendhu ora digugu, dipenggak nyangkal tenggak, digatra sansaya ndadra Atine tan tanggap, esmune sepi ing sasmita, meguguk mangutha waton, mbondhan tanpa ratu watake pekok tan kena ginepok alok, sikepe mbedhug boten kinukup ing gludhug

Readmore

Senin, 22 Maret 2010

0
AKU DAN YESUS


AKU DAN YESUS
Cerpen Kontemplasi Menjelang Paskah

Kondisi fisik Yesus nyaris babak belur, wajahNya tak lagi cerah apalagi memancarkan kedamaian. Sekujur tubuh penuh luka, biru, hitam, merah lebam, bahkan robek menganga melelehkan darah. Langkahnya terhuyung, terseok terasa betapa berat kayu salib yang menindas pinggul dan punggungNya, ujung kayu salib terseret ditanah, namun palangnya tetap tegak dipundak. NafasNya terengah lelah, sesekali mengerang manahan sakit, sejengkal merintih, selangkah menengadah menahan deraan, cacian, hujatan, pukulan, tendangan bahkan dorongan yang membuat tubuh Yesus terjengkang, terjerembab, terkapar, bahkan tanpa ampun kemudian diinjak dan diludahi.

Yesus tidak saja merasakan kesakitan secara badani, tetapi hukuman penyaliban merupakan penghinaan terhadap rasa kemanusiaan yang luar biasa, kala itu. 

“Tono....!!!, kenapa kau diam saja di situ? Kenapa kau tak ambil bagian?? Apa kau pengikut Dia juga??” seorang serdadu Romawi membentak sambil mencengkeram kerah leherku. Aku terdiam, terasa aliran nadi dalam tubuhku berhenti beberapa saat, ada ketakutan yang merajamku, hingga otakku tak mampu berpikir jernih. Melihat aku tetap terdiam, serdadu itu tampak marah seraya berteriak :“Hey...kenapa malah diam??!! Ayo ambil cambukkmu, hajar Dia !!! cepat!!!” 

Aku tersudut dalam kalut, nyaliku jadi ciut, apalagi serdadu-serdadu yang lain mulai ikut memelototiku, hingga tidak mungkin aku membantah perintah serdadu yang marah itu. Aku ambil cambuk dengan gemetar, akau amati ujung cambuk yang penuh besi-besi bergerigi tajam, ada keraguan menyentak hati, dalam kecemasan batin aku bergumam “oh, benarkah tanganku akan tega menghajar Yesus dengan cambuk ini?”, dosa apa yang akan menimpaku ketika aku berani mengkhianati dan menyakiti Yesus”.

Tiba-tiba seorang serdadu mendorongku, sambil berteriak “ ayo... pukul, cambuk dia!! dasar pengecut!!” aku terjerembab di sisi sebelah kiri Yesus, dan Yesus menatapku lembut, aku seperti menangkap suara berbisik “ya..cambuklah Aku nak, ayo....lakukan saja ..“ lalu kepalaku pusing bukan alang kepalang, hilang segala ingatan.

Aku menemukan diriku dalam kondisi meregang kemarahan yang luar biasa, tanganku sudah begitu erat menggenggam gagang cambuk, dan diluar kendaliku aku begitu bersemangat mencambuki Yesus, hingga ujung gerigi besi itu menancap, membuat luka menganga di punggung Yesus. Dan serdadu-serdadu Romawi itu tertawa terbahak-bahak, seolah mendapat tontonan yang mengasyikkan, tawanya keras dan sangat memprovokasi amarahku, akupun semakin bersemangat mencambuki Yesus. 

Selintas melintas kesadaran betapa aku melihat Yesus begitu menderita, namun dari senyumNya tampak nyata Dia begitu iklas menerima hajaran cambukku. Kelelahan sajalah yang menyadarkanku, tanganku tak kuat lagi mengayunkan cambuk lalu tersungkurlah tubuhku. 

Sementara itu di arena penyaliban semakin dipenuhi banyak orang, termasuk para pengikut Yesus. Hampir semua mata tertuju kepadaku, terutama para pengikut Yesus itu menatap dengan sinis, seperti ingin bertanya mengapa aku begitu tega ikut-ikutan menyiksa Yesus. 

Aku tersudut dalam lunglai tanpa tulang iman, hatiku rapuh, aku menangis, aku hanya ingin berlari menghindar dari rasa malu yang menghantuiku, menyendiri, bertemu Yesus secara pribadi, aku harus bernegosiasi dan berkompromi dengan Yesus, tapi... mungkinkah?? “Ampuni aku Yesusku..!!!”

Yogyakarta, 23 Maret 2010.
  www.kijogogati.blogspot.com
........................Selamat menjelang Paskah..............